×

Iklan

Iklan

Sidang Kasus Dugaan Penipuan Kuasa Hukum Terdakwa : Ranahnya Perdata Bukan Pidana

Rabu, 20 Agustus 2025 | Agustus 20, 2025 WIB | 0 Views Last Updated 2025-08-20T14:02:24Z

  


Pati,suakaindonesia.com – Berlangsung Sidang lanjutkan terkait dugaan penipuan sebesar 3,1 miliar rupiah dengan nomor 113/Pid. B/2025/PN.pti. yang melibatkan korban Nurwiyanti, akrab dipanggil Wiwied, dan terdakwa Anifah, pada Rabu (20/08/25). 


Agenda sidang kali ini merupakan pemeriksaan saksi-saksi, termasuk saksi dari notaris Karina Komala Dewi dan Febya Chairun Nisa   terkait kasus yang diduga merugikan korban sebesar Rp3,1 miliar.


Seusai Persidangan kuasa hukum terdakwa Anifah, Darsono, S.H., M.H.,  membeberkan bahwa kasus yang menjerat kliennya ini seharusnya masuk ranah perdata, bukan pidana.


"Klien kami didakwa melakukan penipuan dan penggelapan dengan nilai yang dikonstruksikan sebesar Rp3,1 miliar. Namun, dalam persidangan terungkap bahwa angka tersebut didasarkan pada kontrak yang dibuat di hadapan notaris," ungkap Darsono.


masih imbuhnya, peristiwa yang dituduhkan sebagai penipuan atau kebohongan terjadi pada tahun 2023, Padahal, kontrak yang dibuat di hadapan notaris Karina telah selesai dilaksanakan. Saat ini, kontrak tersebut berada di notaris.


"Kami sampaikan bahwa peristiwa tahun 2023 itu jauh berbeda dengan kontrak yang dinotariskan. Klien kami mengakui telah menerima Rp3,1 miliar, tetapi klien kami juga memberikan dua jaminan," imbuhnya.


Jaminan tersebut berupa sebidang tanah di Rembang dan sebidang tanah yang akan menjadi milik seorang wanita yang rencananya akan diserahkan kepada pihak Nurwiyanti. Selain itu, kliennya juga telah memberikan dari hasil sebesar Rp1,2 miliar.


"Anda bisa bayangkan, nilai yang diterima klien kami Rp3,1 miliar, sudah diberikan hasil sebesar Rp1,2 miliar, lalu ini sekarang menjadi tindak pidana? Kami meyakini ini adalah perikatan perdata, bukan pidana," tegas Darsono.



Menurutnya, penipuan seharusnya terjadi sebelum adanya perjanjian. Dalam kasus ini, permasalahan justru muncul setelah perjanjian dibuat di hadapan notaris.


"kalau memang ada niat jahat itu seharusnya muncul sebelum ada perjanjian notaris. Yang terjadi pada klien kami adalah kemacetan setelah ada perjanjian di hadapan notaris," tambahnya.


 

Kuasa hukum dari Hanifa Darsono SH, MH., juga menjelaskan bahwa nilai tanah yang dijadikan jaminan di Rembang mencapai Rp1,5 hingga 2 miliar. Sementara tanah yang akan menjadi milik pihak ketiga di Margoyoso nilainya sekitar Rp3,5 hingga 4 miliar.


"Nilai jaminan tersebut sudah melebihi nilai yang diterima, ditambah lagi imbal hasil Rp1,2 miliar yang sudah diberikan," katanya.


Terkait proses kepemilikan tanah yang belum bersertifikat elektronik, Darsono SH, MH., mengatakan pihaknya telah mengajukan gugatan agar disahkan. Hal ini dilakukan karena ada pihak BPN Kepalanya yang tidak berada di tempat, sehingga tidak ada pilihan lain selain mengajukan gugatan.


"Sebenarnya, dari pihak yang bersangkutan tidak masalah untuk melepaskan aset tersebut. Hal itu juga diakui di hadapan notaris dalam persidangan," pungkas Darsono.


Dan sidang kembali ditunda dan akan diagendakan sidang dilanjutkan pada [Senin, 25/8/2025] dengan agenda pemeriksaan dan mendengarkan keterangan oleh saksi lainnya. 


Redaksi 

×
Berita Terbaru Update