Semarang,suakaindonesia.com - Menjadi yang pertama untuk diaplikasikan di seluruh Indonesia, Kejaksaan Tinggi Jawa Tengah, Senin (06/11) telah melaksanakan sosialisasi dan diklat atas diterbitkannya Surat Edaran Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Korupsi Nomor: SE-2/ F/Fjp/10/2023 Tentang Tata Cara Pelacakan, Pemblokiran dan Penyitaan Aset Tanah Tindak Pidana Korupsi. (07/11)
Sosialisasi dan diklat ini merupakan implementasi untuk perubahan atas terbitnya Surat Edaran dengan No:SE-2/F/Fjp/10/2023, yang digagas langsung oleh Wakil Kepala Kejaksaan Tinggi (Wakajati) Jawa Tengah Teguh Subroto, S.H,M.H,. Dengan mengambil tema,"Kolaborasi Penanganan Penyitaan Aset Tanah dalam Perkara Tindak Pidana Korupsi".
"Latar belakang timbulnya SE ini karena adanya putusan Makamah Agung nomer 37P. Didalam uji materai itu peraturan kementrian ATR/BPN pasal 7,14,16, pasal 41 peraturan menteri ATR nomor 13 tahun 2017 bertentangan dengan undang-undang yang lebih tinggi, sehingga tidak memiliki kekuatan mengikat. Isinya apa (SE ini) tentang tata cara blokir," ujar Teguh usai sosialisasi SE tersebut, Senin (6/11/2023).
Lebih lanjut Wakil Kejaksaan Tinggi Jawa Tengah tersebut juga menyampaikan,bahwa tidak hanya berhenti didalam Surat Edaran saja. Namun, aksi perubahan ini juga ditindaklanjuti dengan terintegrasinya sistem Kejaksaan dan Kementerian ATR/BPN. Hal ini ditandai dengan MoU antara Kejaksaan Agung dan Kementrian ATR/BPR dalam mendukung informasi data kepemilikan tanah, khususnya yang di miliki oleh para pelaku tindak pidana korupsi.
"MoU antara Kejaksaan Agung dan Kementrian ATR/BPR ini untuk permintaan informasi data tentang tanah yang diduga merupakan hasil tindakan pidana itu atau milik terpidana itu. Sehingga bisa segera diketahui keberadaannya (aset) apakah itu sudah dialihkan," terangnya.
Kolaborasi dalam pelacakan aset terpidana korupsi itu diharapkan mampu memulihkan keuangan negara akibat tindak korupsi. Selain itu, juga menjadi pedoman satgas mafia tanah dalam melakukan penindakan penyitaan.
"Bisa diketahui tanah itu milik si A, apakah tanah ini diperoleh saat tindak pidana (korupsi) dilakukan? atau sebelum dilakukan bisa diketahui, jadi untuk satgas mafia tanah sudah ada pedoman untuk pelacakan aset kemudian melakukan penyitaan sudah jelas," terangnya.
Sosialisasi SE-2/ F/Fjp/10/2023 Tentang Tata Cara Pelacakan, Pemblokiran dan Penyitaan Aset Tanah Tindak Pidana Korupsi dan Diklat Kepemimpinan Nasional Tingkat I di Kantor Kejaksaan Tinggi Jawa Tengah, Senin (06/11)
Adapun terintegrasi nya kementrian ATR/BPN di gadang-gadang mampu memangkas birokrasi dalam pelacakan aset terpidana korupsi. Sebab, selama ini pelacakan memakan waktu lama hingga 3 bulan seperti dalam penindakan terpidana korupsi penggelapan sertifikat tanah, Agustinus.
"Di Jawa Tengah sendiri kebetulan ada perkara dengan terpidana Agustinus, itu kan ada permintaan tanah di Jakarta Timur, dari surat yang dikeluarkan dengan balasan BPN Jakarta Timur memakan waktu 3 bulan. Nah kita ingin memangkas itu dengan mou ini," ungkapnya.
Sementara itu, Ir.Supriyanto, S.H.M.H, selaku Humas Watch Relation of Coruption, Pengawas Aset Negara Republik Indonesia saat diwawancarai Media ini, juga menyampaikan apresiasinya atas aksi proyek perubahan, berupa Kolaborasi Penanganan Penyitaan Aset Tanah Dalam Perkara Tindak Pidana Korupsi yang di gagas oleh bapak Teguh Subroto, S.H.,M.H.
"Diklat kepemimpinan nasional tingkat I ini sangat banyak memberikan manfaat bagi kami, dan bagi para peserta lainnya. Karena, kita dapat mengetahui lebih jauh tentang kepastian hukum mengenai suatu proyek perkara dalam rangka sita eksekusi," ujar Ir. Supriyanto, S.H.,M.H, yang juga di ketahui sebagai Ketua Umum Sekretariat Bersama Insan Pers Jawa Tengah (Sekber IPJT), Senin (06/11) usai mengikuti diklat dalam acara tersebut.
Dalam kesempatan itu, Ir. Supriyanto, S.H.,M.H, juga mendukung aksi proyek perubahan yang digagas langsung oleh Wakil Kejaksaan Tinggi Jawa Tengah, Teguh Subroto, S.H,.M.H, tersebut dan diharapkan mampu memulihkan keuangan negara akibat tindak pidana korupsi. Selain itu, adanya surat edaran tersebut diharapkan juga mampu sebagai acuan dan pedoman bagi Satgas Mafia Tanah dalam melakukan penindakan Penyitaan atas obyek yang secara terbukti dari hasil perbuatan melawan hukum.
"Permasalahan penyitaan aset tanah dalam perkara Tipikor salah satunya adalah sulitnya melakukan penelusuran aset dan setelah diketahui aset milik calon tersangka karena kewenangan pengajuan blokir berdasarkan Permen ATR/BPN No. 16 Tahun 2021 sudah dihapus sebagaimana Putusan Mahkamah Agung Nomor 37P/HUM/2018 Tanggal 31 Juli 2018, maka penyidik sulit untuk mengamankan aset tersebut agar tidak dialihkan status hak akses tanah," tandasnya.
Redaksi